BAB III
Artes Liberalis
Perkembangan
olahraga abad pertengahan ini ditandai dengan munculnya gereja dan biara
(katolik), sebagai lembaga pendidikan umat. Pada awal perkembangannya,
pelajaran yang diberikan bersifat sangat mendasar dan dinamakan pelajaran umum,
terdiri atas 3 (tiga) pelajaran, yaitu: membaca, menulis, dan berhitung
Pada
perkembangan berikutnya, akhirnya pelajaran-pelajaran yang diberikan diperluas,
dan perluasan pelajaran itu dikenal dengan sebutan tujuh Artes Liberalis (artinya perluasan bebas) atau kadang di sebut juga
dengan istilah Vrijen Kunsten.
Tujuh
Artes Liberalis tersebut terdiri atas
tujuh pengetahuan yang dapat dikelompokkan ke dalam du kelompok yaitu Trivium dan Quadrivium. Trivium,
adalah tiga pengetahuan yang termasuk dalam kategori ilmu sastra-filsafat,
sedangkan Quadrivium, adalah empat
pengetahuan yang dapat dimasukkan dalam kategori dalam ilmu pasti-alam.
Trivium, merupakan 3 (tiga) ilmu termasuk kategori
Sastra-filsafat, yang terdiri atas:
1.
Gramatica (tulis menulis)
2.
Rhetorica (berbicara secara sistematis; srtuktur,
irama, intonasi)
3.
Logica/dialetica (berfikir)
Quardrivium, merupakan 3 (tiga) ilmu termasuk kategori
Pasti-alam, yang terdiri atas:
1.
Aritmatica (natural mumber system)
2.
Mathematica/geomertica (hitung dan ukur)
3.
Astronomia
4.
Musica (harmonisasi)
Perkembangan
Olahraga Abad Pertengahan dapat dibagi dalam dua dekade, yakni yang pertama
decade Agustinus dan yang kedua decade Thomas Van Aquiro.
1.
Agustinus
(354-430 AD)
Pada decade agustinus ini, masalah
pemeliharaan fisik tidak diperhatikan. Alasan yang dikemukakan, pada saat itu
kejatuhan bangsa Romawi yang sempat menguasi sebagian wilayah di berbagai
belahan dunia adalah karena melakukan kultus
terhadap badan
Untuk itu pada decade ini, hidup lebih
dipandang sebagai persediaan untuk menjadi warga Tuhan, sesuai dengan ajaran
agama Kristen
2.
Thomas Van Aquino
(1224-1274 AD)
Pada decade Thomas Van Aqunio ini, kembali diyakini bahwa badan dan jiwa adalah
satu kesatuan, yang perlu secara bersama-sama mendapatkan perhatian yang
proporsional.
Akan tetapi yang terjadi tidak seperti
yang dicita-citakan oleh Aqunio,
karena latihan jasmani masih sangat sedikit dilakukan dan dilakukan secara
“lain” (dalam artian tidak sesuai dengan cita-cita ‘kesatria’, yang dijadikan
acuan konsep/pemikiran oleh Aqunio).
Akhirnya pada masa ini, lebih diutamakan
cita-cita yang berintikan pada masalah kehormatan, keberanian, serta sopan
santun.
Berbagai letihan
keterampilan berikut merupakan isi dari tujuh Probitates atau ketangkasan pendidikan para Ritter (Kesatria), yaitu sebagai berikut:
1.
Mengendarai Kuda
2.
Berenang
3.
Memanah
4.
Bermain anggar
5.
Berburu
6.
Main catur, dan
7.
Mengarang syair
Jika
diperhatikan nampak bahwa dalam tujuh probitates
dikembangkan aktivitas yang bersifat fisik serta non fisik.
Ada
dua macam pendidikan yangberkembang pada masa abad pertengahan, yaitu:
1.
Schoola Interior
Pendidikan ini dilaksanakan di dalam
lingkungan gereja. Tujuannya untuk membentuk ahli agama dan pegawai gereja
2.
Schoola Eksterior
Pendidikan ini deselenggarakan di luar gereja.
Materi pembelajaran yang diberikan terdiri dari tujuh Artes Liberalis/Vrije Kunsten (= pengetahuna bebas)
Dengan
adanya dua macam pendidikan yang diselenggarakan pada masyarakat di abad
pertengahan ini, maka terbentuk dua kelompoaj masyarakat yang berpengeruh,
yaitu:
1.
Penyiar Agama
Kelompok masyarakat ini menekankan pada
kehidupan kelak di akherat, sehingga kehidupan di dunia harus di jadikan
sebagai persiapan ke kehidupan akherat. Segala hal yang bersifat duniawi diremehkan.
2.
Kelompok Ritter
Kelompok masyarakat ini adalah kelompok
yang feudal dan menekankan pada hal-hal yang bersifat militer.
Ciri-ciri khas secara fisik kelompok ini adalah
senantiasa berkuda dan berpakaian besi (= harnas).
Sedangakn ciri sifat atau karakter secara kejiwaan yang menonjol adalah mereka
memiliki harga diri yang tinggi. Aktivitas jasmani/olahraga/permainan yang
biasa dilakukan oleh kelompok ini adalah main bola, panahan, anggar,
tari-tarian, dan permainan secara bowling.
Apabila
dilihat berdasarkan golongan masyarakat yang ada, masyarakat di abad
pertengahan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu;
1.
Rohaiawan
Golongan ini adalah mereka yang biasa
disebut sebagai kaum gereja.
2.
Ritter/ksatria
Golongan ini yang mementingkan
aktivitas/latihan jasmani.
3.
Rakyat Biasa
Golongan yang satu ini lebih bersifat sebagai
peniru, mana yang disukai atau dirasa bermanfaat akan di tiru.
Ini
pendidikan Ritter adalah kekutan,
ketangkasan berkuda dan kemahiran menggunakan senjata.
Proses
pendidikan untuk dapat menjadi seorang Ritter
melalui tiga tahapan, yaitu:
1.
Usia 0-7 tahun
Pada usia ini anak diasuh oleh ibunya
untuk dipersiapkan menjadi Page atau
calon Ritter. Keterampilan yang
diberikan adalah belajar naik kuda, bermian anggar, berburu, lari, lompat,
memanjat, gulat, lempar, main bola, renang, selam, dan tari.
2.
Usia 8-14 tahun
Di tahap usia ini status anak meningkat
sebagai pembantu Ritter/Scildknaap.
3.
Usia 15-21 tahun
Pada tahap ini seorang anak didik akan
meningkat sebagai Ritter, setelah
berhasil melalui berbagai prosesupacara, yang terdiri dari: mengucilkan diri,
mandi air panas, serta mengakui dosa-dosanya dan di akhiri dengan berdoa di
gereja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar