Saat
ini Hukum Perdata Internasional (disingkat HPI) jarang menjadi kajian
menarik oleh para ahli hukum. Salah saatu alasan yang menyebabkan,
sehingga Hukum Perdata Internasional kurang menjadi kajian menarik pasca
Penulis utama sekaliber Sudargo Gautama (Raja HPI). Karena Hukum
Perdata Internasional sebenarnya bukan dalam klasifikasi Hukum Publik
Internasional (seperti: hukum kejahatan internasional_Romli
Artasasmita). Bahkan sejak awal, materi Hukum Perdata Internasional,
selalu dikatakan bidang kajian hukum yang mengalami
contradiction inter minenis_pertentangan di dalam istilah itu sendiri. Mengapa ?
Pertama, yang menjadi pertanyaan, mengapa dikatakan hukum perdata yang
internasioanal padahal ia bersifat keperdataan (
privat) ? Kedua, seringkali Hukum Perdata Internasional diikuti dengan
term negara seperti Hukum Perdata Internasional
Indonesia. Mengapa mengikutkan kata negara sebagai
nation, jika demikian berarti menyangkut dalam negeri saja, bukan luar negeri ?
Jawaban dari kedua pertanyaan itu, hingga tidak salah untuk mengatakan bahwa Hukum Perdata yang
Internasional tetap layak digunakan
leter internasional sebagai salah satu istilah dalam kajian Hukum Perdata. Dikatakan
internasional karena
leter internasional bukan diartikan sebagai
law of nation melainkan hukum internasional itu diartikan sebagai ada
unsur luar negerinya. Ada unsur dari luar. Ada unsur asingnya (foreign element). Atau dengan kata lain bukan sumber-sumbernya yang bersifat internasional, tetapi
hubungannya adalah
Internasional.
Terlepas dari penamaan Hukum Perdata Internasional sering dikatakan sebagai hukum perselisihan
(conflict of law)[1],
oleh karena ada dua kepentingan hukum yang dipertentangkan. Menarik
untuk melihat ruang lingkup keberlakuan hukum sebagaimana yang
dikemukakan oleh
Logeman dan Kelsen.
Logeman berbicara ruang lingkup keberlakuan hukum dalam kaitannya dengan
gebeiden atau lingkungan kekuasaan hukum dari pada
ambten (
jabatan-jabatan). Demikian halnya Kelsen menggunakan istilah daya keberlakuan hukum dalam kaitannya dengan “
norma-norma hukum” yakni kata gebeidsleer.
Kelsen membagi lingkungan kekuasan keberlakuan hukum dalam empat kategori berlakunya hukum, yakni
lingkungan kuasa waktu (W; the sphere of time), lingkungan kuasa ruang atau tempat (T; territorial sphere/ sphere of space), lingkungan kuasa orang/
pribadi (
P; personal sphere) dan
lingkungan kuasa soal-soal (S; material sphere).
Keempat pembagian daya keberlakuan hukum tersebut tidak jauh berbeda dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Logeman yakni
lingkungan kuasa waktu_
tijdsgebeid, lingkungan kuasa tempat_
ruimtegebeid, lingkungan kuasa pribadi,
lingkungan kuasa orang-orang dan
lingkungan kuasa soal-soal (zakengebeid). Tiap-tiap norma hukum berlaku untuk
waktu tertentu, mengenai
tempat tertentu, mengenai
orang/ pribadi tertentu, dan mengenai
soal-soal tertentu.
Dalam Hukum Perdata Internasional, untuk mengenal dan memahami materi ruang lingkupnya, akar utamanya
(rasion de etre-nya) berdasarkan pada daya keberlakuan hukum tersebut.
Hukum Perdata Internasional atau lazim disebut sebagai
hukum antar tata hukum ekstern berada pada skema Hukum Antar Tempat (
HAT), karena pada skema ini ruang keberlakukan hukum pada
waktu yang sama tetapi
tempat, person dan soal hukum yang berbeda. Sementara untuk
hukum antar tata hukum yang intern (bukan dalam pengertian atau bahagian kajian HPI) ciri khasnya; yakni,
tempatnya sama dan daya keberlakuan
(waktu, person, dan soal) berbeda. Satu lagi bagian dari skema
Hukum Antar Tata Hukum Intern yakni pada skema Hukum Antar Golongan (termasuk juga Hukum Antar Agama)
yang waktu dan tempatnya sama (
sementara person dan soal/ materi hukum berbeda).
Kesimpulan akhir Hukum Perdata Internasional yang ditarik dari daya
keberlakuan hukum tersebut di atas bahwa Hukum Perdata Internasional
menekankan perbedaan pada lingkungan
kuasa tempat dan
soal-soal atau
materi dalam sistem suatu negara dengan negara lain (memilki unsur luar negeri/ unsur asing;
foreign element).
Lengkapnya, Hukum Perdata Internasional merupakan keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukan
stelsel
hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika
hubungan-hubungan dan peristiwa antara warga (warga) negara pada satu
waktu tertentu (yang sama:
Pen.)
[2] memperlihatkan
titik pertalian dengan
stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang
berbeda dalam lingkungan _
kuasa_tempat, (pribadi_) dan soal-soal (S. Gautama, 1987: 18)
[1] Menurut S. Gautama Kata yang tepat untuk HPI adalah Hukum Antar Tata Hukum (HATH) bukan konflik hukum
(conflict
of law). Bandingkan dengan tulisannya Bayu Seto “Dasar-Dasar Hukum
Perdata Internasional”; Wirjono Projodikoro “Asas-Asas Hukum Perdata
Internasional.”
[2]
Menurut penulis dalam waktu yang sama memperlihatkan pertalian itu yang
dimaksud di sini adalah ketika muncul peristiwa hukum akan tuntutan
salah satu hak oleh subjek hukum yang satu terhadap subjek hukum yang
lain.